Sabtu, 11 April 2015

Ulasan Puisi "Nisan" karya Chairil Anwar


Nisan


Bukan kematian benar menusuk kalbu

Keridlaanmu menerima segala tiba

Tak kutahu setinggi itu atas debu

Dan duka maha tuan bertakhta

DENGAN MIRAT

Kamar ini jadi sarang penghabisandi malam yang hilang batas

Aku dan engkau hanya menjengkaurakit hitam

‘Kan terdamparkahatau terserahpada putaran hitam?

Matamu ungu membatu

Masih berdekapankah kami ataumengikut juga bayangan itu

1946




Analisis Puisi “Nisan”
“Nisan” adalah sajak pertama yang ditulis Chairil Anwar. Karya pertamanya ini mengisahkan ketika dia menghadapi neneknya yang meninggal. Dalam sajak pertamanya itu, Chairil rupanya tertegun melihat kenyataan itu.


Dalam larik pertama //Bukan kematian benar menusuk kalbu// Chairil mencoba menggambarkan bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti dihadapi oleh setiap manusia sampai secara pribadi datang mendekat kepada kita atau datang kepada orang yang sangat dekat dengan kita.


Chairil menggambarkan ketika itu tampaknya sang nenek “ridla menerima segala tiba”, begitu tenang atau lebih tepatnya lagi barangkali, begitu tak berdaya. Sementara sang nasib, begitu dingin tanpa belas kasihan, perlahan-lahan menyerut umur si nenek, //Keridlaanmu menerima segala tiba//.


Bagi Chairil, kematian neneknya ini membuat dia melihat dua hal. Pertama, betapa tidak berdayanya manusia menghadapi sang maut. Kedua, betapa angkuhnya sang maut melaksanakan tugasnya yang bekerja tanpa mau berkompromi dengan siapapun. Sehingga Chairil berkata tentangnya, //Tak kutahu setinggi itu atas debu/Dan duka maha tuan bertakhta//.

http://edelmar.blogspot.com/2014/07/analisis-puisi-nisan-karya-chairil.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar